cerita MISTIS
CARI CARA LAIN PESUGIHAN (RITUAL GUNUNG KEMUKUS)
"Oh, ya, Pak. Jadi kapan saya kerjain borongannya?”
“Harusnya pagi ini, Mas Parman mulai mengukur tembok. Tapi saya masih ada keperluan. Gimana kalo sore aja?”
“Boleh! Kebetulan semalam saya habis lembur. Ini barusan pulang, mampir toko buat beliin istri.”
“Yaudah. Mas Parman istirahat dulu. Nanti jam 5 sore, saya tunggu di rumah baru.”
“Baik, Pak. Saya permisi duluan.”
“Silakan!”
Parman menyalami Pak Brahim lalu menghampiri motor dan mengendarainya ke arah rumah. Sepeninggal tukang bangunan tersebut, pria berkepala plontos segera masuk toko.
Saimah yang berada dalam mobil mengawasi kepergian suaminya. Ia membuka tas untuk mengambil ponsel lalu menghidupkannya. Dugaan wanita ini tepat dan sesaat kemudian ponsel berbunyi.
“Assalammu'alaikum, Mas.”
“Wa'alaikumussalam. Masih di rumah Mak?”
“Aku masih di pasar. Semua kebutuhan pokok habis.”
“Pasar mana? Aku jemput aja.”
“Gak usah! Mas pasti ngantuk. Tidur aja! Aku masih mau ke tukang jahit juga.”
“Yodah. Mas, langsung pulang tidur. Ati-ati di jalan. Assalammu'alaikum.”
“Wa’alaikumussalam.”
Saimah segera mematikan ponsel lalu memasukkan kembali ke tas. Tampak Pak Brahim keluar dari toko melangkah menuju mobil. Pria berkepala plontos segera membuka pintu lalu naik dan menutup kembali.
“Makan roti lalu minum obatnya,” ucap Pak Brahim sambil mengulurkan plastik berlogo nama minimarket.
“Makasih, Pak,” balas Saimah sembari menerima plastik tersebut.
Wanita ini membuka plastik lalu mengeluarkan sebungkus roti. Ia membuka plastik pembungkus lalu menyodorkan ke mulut pria sebelahnya.
“Udah, kamu makan aja.”
“Bapak harus ikutan makan.”
“Iya, deh.”
Pak Brahim lalu menggigit roti tersebut. Ia tersenyum menerima perilaku Saimah yang manis barusan. Ia merasa baru kali ini merasakan jadi seorang pria yang dihargai. Pria ini berandai tentang wanita yang telah dinikahinya selama dua puluh tahun.
Wanita yang telah meninggalkannya saat dirinya mulai bangkrut dan kini dengan sisa harta yang yang tersisa Pak Brahim harus membeli sebuah rumah untuk segera bisa mengurus surat cerai. Pria berkepala plontos ini memenuhi keinginan istrinya karena rasa tanggung jawab kepada anak yang telah diadopsinya.
“Pak, minum dulu,” ucap Saimah sembari menyodorkan sebotol air mineral yang sudah dibuka penutupnya.
Pak Brahim yang sedang melamun, seketika kaget langsung menoleh.
“Oh, iya. Terima kasih.”
Pria ini menerima botol lalu meminumnya hingga separuh. Saimah segera mengambil kembali botol dari tangan pria tersebut lalu meletakkan di dashboard.
“Pak, boleh turunkan saya di depan pasar?”
“Badan masih sakit mau belanja?”
“Iya, Pak. Kebetulan bahan makanan lagi habis.”
“Kamu catat semua keperluannya. Biar aku yang belanja.”
“Jangan, Pak!”
“Gak papa. Ingat! Kita mulai semalam telah sah jadi pasangan ritual dalam 8 bulan ke depan. Anggap aku suami kedua.”
“Emang bisa gitu?”
“Bisa dong! Asal kita sama-sama jaga rahasia agar misi berhasil. Kamu akan kuberi bonus.”
“Makasih, Pak.”
Mobil telah mengarah ke sebuah pasar tradisional. Pak Brahim mengurangi laju mobil karena jalan sekitar pasar padat oleh kendaraan pengunjung pasar dan orang berlalu lalang. Saat mobil berhenti di tempat parkir mata Saimah awas mengamati sekeliling. Matanya menatap sebuah motor yang dikendarai wanita bertubuh subur.
Ia hapal betul perawakan pedagang sayur keliling langganan ibu-ibu di kompleks perumahan.
“Pak, aku sembunyi, ya. Ada banyak tetanggaku yang belanja. Aku catatankan sebentar.”
Saimah segera mengambil buku dan bolpoint dari dalam tas. Ia segera menulis daftar belanja kebutuhan sehari-hari lalu menyodorkan kepada pria di sebelahnya.
“Banyak loh, Pak.”
“Enggak. Ini belanjaan sedikit. Gak ada lainnya?”Ada
“Udah cukup. Itu aja, Pak. Aku sembunyi, ya.”
“Yaudah, buat tiduran aja. Pakai topi ini, biar tersamar.”
Saimah menerima topi dan segera memakainya lalu ia mengatur posisi jok agak rebahan. Sekujur tubuh dan wajahnya kini tertutup sarung dan topi. Pak Brahim tersenyum melihat wanita yang telah memberinya kepuasan semalam.
“Aku buka kaca separuh. Tinggal belanja dulu,” ucap Pak Brahim membuka pintu lalu turun dari mobil.
Terdengar suara langkah menjauh dari tempat parkir. Saimah pun tertidur karena efek dari obat yang diminumnya.
••¤•°•¤▪▪¤•°•¤••
Satu jam kemudian
Pak Brahim telah kembali dengan banyak barang belanjaan. Seorang tukang angkat membantu membawa sekering beras dan satu dus mie instan lalu Pak Brahim membuka bagasi untuk memasukkan barang-barang belanjaan termasuk sebuah tas besar berisi penuh bahan makanan.
Beberapa saat tukang angkat masuk pasar lalu kembali dengan satu krat telur dan satu dirigen minyak goreng. Setelah meneliti struk belanjaan, Pak Brahim mengangguk lalu menutup pintu bagasi. Ia mengeluarkan dompet dan mengambil satu lembar uang berwarna merah lalu memberikannya kepada tukang angkat.
Setelah kepergian tukang angkat, Pak Brahim segera membuka pintu mobil. Kemudian ia naik dan menutup pintu kembali. Saimah tampak tertidur pulas dengan berbalut kain sarung. Pria berkepala plontos ini meraba kening wanita ini, terasa demam mulai reda.
Oleh karena tak tega membangunkan sang wanita, akhirnya Pak Brahim membawanya pulang ke rumah. Jarak dari pasar ke rumah pria ini hanya memerlukan dua puluh menit perjalanan. Mobil akhirnya berhenti tepat di depan sebuah rumah berpagar tinggi.
Pak Brahim turun dari mobil untuk membuka pintu gerbang. Pria ini menggeser pintu gerbang secukupnya lalu gegas menuju mobil. Kendaraan tersebut masuk halaman langsung menuju garasi. Mobil berhenti di tengah-tengah tempat parkir luas yang bisa muat untuk tiga mobil. Pria ini turun dengan berlari segera menutup pintu gerbang.
Ia tersenyum karena hari ini ada yang menemaninya di rumah. Langkahnya kembali ke mobil untuk mengangkat tubuh Saimah dan mengunci semua pintu mobil secara otomatis. Langkah Pak Brahim agak tertatih-tatih karena membopong tubuh wanita di usianya yang tak lagi muda.
Ia membuka handle pintu kamar tamu dengan perlahan. Tubuh Saimah pun diturunkan di sebuah ranjang empuk. Nafsu pria berkepala plontos ini pun tak tertahankan saat melihat bibir merona si wanita. Ia segera mengecupnya.
Beruntung sebuah panggilan telepon segera menyadarkannya dari perbuatan yang bisa membuatnya gagal menyelesaikan misi ritual.
“Assalammu'alaikum.”
“Wa'alaikumussalam. Maaf, Pak. Saya lupa tanya. Rumah yang akan direnovasi yang ditempati Bapak?”
“Bukan, Mas Parman. Rumah baru saya beli.”
“Oh, pantas saja. Saya sudah di depan rumah lama, kok sepi. Gerbang tergembok.”
“Saya sedang di luar, Mas. Maaf, tadi lupa gak kasih alamat. Segera saya kirim alamat via pesan. Oh ya. Hampir lupa. Hari ini saya kasih Dp dulu. Segera saya transfer. Mohon ditunggu.”
“Baik, Pak. Terima kasih sebelumnya. Assalammu'alaikum.”
“Wa'alaikumussalam.”
Pak Brahim terdiam sejenak. Ia tadi tak salah ucap pada tukang barusan saat bertemu di depan minimarket. Ia telah mengatakan sore hari, tapi kenapa pria tersebut datang saat ini? Sedangkan jam masih menunjukkan pukul 10 pagi.
To be continued ...
•••¤•°•¤•••¤•°•¤•••
Cerita lebih lengkap, KBM APP: CITRA AYU BENING